Kamis, 30 Agustus 2012

POTENSI PENGEMBANGAN ECOTOURISM

Narasumber :
Drs. H. Arifin Ardiwinata, MM


Potensi pengembangan ecotourism, dalam pengembangan potensi ekonomi dan budaya lokal, merupakan judul materi yang disampaikan Drs. H. Arifin Ardiwinata, MM dalam forum nasional, yaitu pada pelaksanaan Konferensi Nasional Olahraga Rekreasi dan Rapat Kerja (Rakernas) Federasi Olahraga Rekreasi Masyarakat Indonesia (FORMI) 2012 di Jakarta tanggal 3 – 5 Oktober 2011 di Grand Sahid Hotel, Jakarta.

Dalam penyampaian materinya, beliau menekankan keberadaan potensi budaya lokal sebagai penguat ekowisata. Ekowisata yang dimaksud adalah perjalanan yang bertanggung jawab ketempat-tempat yang alami dengan menjaga kelestarian lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan penduduk setempat. Dengan kata lain bahwa Ekowisata merupakan upaya untuk memaksimalkan dan sekaligus melestarikan pontensi sumber-sumber alam dan budaya untuk dijadikan sebagai sumber pendapatan yang berkesinambungan, yang di dalamnya memiliki nilai lebih, yaitu kepedulian, tanggung jawab dan komitmen terhadap kelestarian lingkungan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat.

Kepedulian, tanggung jawab dan komitmen terhadap kelestarian lingkungan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat ditimbulkan oleh karena :
    Adanya kekuatiran akan makin rusaknya lingkungan oleh pembangunan yang bersifat eksploitatif terhadap sumber daya alam;
        Asumsi bahwa pariwisata membutuhkan lingkungan yang baik dan sehat;
        Kelestarian lingkungan tidak mungkin dijaga tanpa partisipasi aktif masyarakat setempat;
        Partisipasi masyarakat lokal akan timbul jika mereka dapat memperoleh manfaat ekonomi ('economical benefit') dari lingkungan yang lestari.

Arifin Ardiwiyata berpendapat bahwa kehadiran wisatawan (khususnya ekowisatawan) ke tempat-tempat yang masih alami itu memberikan peluang bagi penduduk setempat untuk mendapatkan penghasilan alternatif  seperti  menjadi pemandu wisata, porter, membuka homestay, pondok ekowisata (ecolodge), warung dan usaha-usaha lain yang berkaitan dengan ekowisata, sehingga dapat meningkatkan kesejahtraan mereka atau meningkatkan kualitas hidup penduduk lokal.

Budaya lokal menerut Arifin Ardiwiyata adalah  budaya yang dianut oleh suatu suku bangsa, misalnya Budaya Sunda (budaya lokal) adalah budaya yang dianut oleh Suku Sunda, hal ini bisa ditentukan oleh minimal bahasa yang digunakan,  tetapi juga termasuk segala bentuk, dan cara-cara berperilaku, bertindak, serta pola pikiran yang berada jauh dibelakang apa yang tampak tersebut.  Termasuk permainan rakyat = olahraga tradisional yang dimilikinya.

Dalam menjelaskan budaya lokal, beliau coba mengutip pendapat dari Koentjaraningrat yang memandang budaya lokal terkait dengan istilah suku bangsa, dimana menurutnya, suku bangsa sendiri adalah suatu golongan manusia yang terikat oleh   kesadaran dan identitas akan ’kesatuan kebudayaan’. Dalam hal ini unsur bahasa adalah ciri khasnya. Kebudayaan suku bangsa adalah sama dengan budaya lokal atau budaya daerah. Sedangkan kebudayaan umum lokal adalah tergantung pada aspek ruang, biasanya ini dapat dianalisis pada ruang perkotaan dimana hadir berbagai budaya lokal atau daerah yang dibawa oleh setiap pendatang, namun ada budaya dominan yang berkembang yaitu misalnya budaya lokal yang ada dikota atau tempat tersebut. Sedangkan kebudayaan nasional adalah akumulasi dari budaya-budaya daerah. Untuk budaya lokal yang selalu digelar pada acara tertentu sebagai potensi daerah adalah berbagai permainan rakyat dan olahraga tradisional.

Arifin Ardiwiyata, menyampaikan ada 10 jenis cabang olahraga tradisional yang hampir di semua daerah di Wilayah Indonesia ada telah dibakukan oleh Direktorat Keolahragaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia tahun 1992, walaupun dalam sebutan dan beberapa peraturannya yang berbeda, yaitu egrang, gebug bantal, terompah panjang lari balok, tarik tambang, hadang, patok lele, banteng, sumpitan, dan dagongan. Pembakuan secara nasional tersebut terkait dengan nama dan peraturan. Pambakuan ini dimaksudkan agar untuk 10 jenis cabang olahraga tradisional ini dapat diperlombakan,

Langkah awal yang menjadi pertimbangan agar ekowisata ini dapat mencapai target yang diinginkan adalah dengan upaya menempuh langkah sebagai berikut :
      Penggalian dan pengembangan olahraga  tradisional / permainan rakyat setempat
      Menyelenggarakan pagelaran secara   berkesinambungan, khususnya pada  acara2 resmi daerah / nasional

Pada akhir penyampaiannya beliau menyimpulkan beberapa hal sebagai berikut :
     Perlu dilakukan upaya penggalian dan pengembangan  olahraga  tradisional / permainan rakyat
     Perlu menyelenggarakan pagelaran secara  berkesinambungan, khususnya pada  acara2 resmi daerah / nasional
     Perlu melakukan promosi / campaign melalui mass media
     Perlu  ada kebersamaan seluruh pihak dalam memelihara    dan mengembangkan olahraga  tradisional / permainan rakyat

Minggu, 26 Agustus 2012

Crazy Bamboo, Indonesian of traditional sport

author  :  Biasworo Adisuyanto Aka
This writing at the time of execution of traditional national sports festival in 2010 in the city of Ambon, Maluku Province


Crazy Bamboo is an attraction in the original traditional folk sports games Ambon, Maluku. Bamboo Gila is a traditional sport performances are very famous among the people of Ambon, Maluku almost all people recognize this traditional sport.

The number of personnel in Ambon traditional sports games are as many as 11 people. Seven people as bamboo holders and controlling madness. While the other three served as prayer and give readers the bamboo incense, while the next person seen carrying a goblet in his left hand and his right hand at percussion, watching from a distance.

The game is very thick bamboo crazy with mystical elements. Because in practice, a piece of bamboo is a very large role. The seven people carrying bamboo by crushing them between the two arms, it's just to control bamboo. Initially, bamboo has no power at all. But with prayer-prayer readings and provide three incense by the bamboo, the bamboo is gradually moving strong all directions.

The seven people who squeeze bamboo with both arms trying to control the direction of the will of bamboo is becoming increasingly strong moves out of control.

This game not only looks interesting to watch, but also very scary. Viewers who originally dared look closely, getting away and was worried about the wrath of bamboo growing craze. However, seven people holding bamboo seeks desperately trying to control the raging bamboo so as not to lead to kepenonton.

The show is becoming increasingly scary all visitors are around. Moreover, bamboo is constantly given some incantations and incense smoke. Bamboo is increasingly difficult to control.

However, as the controller of the seven bamboo does not want to give up. With our best efforts, the seventh person seeking to hold back with a vengeance and even some people from the seventh person to fall and looks almost robust control is raging mad bamboo.

When shown the strength of the seven controllers are fizzle. The three men carrying bamboo incense put an end strength by reading incantations and incense to terminate the provision of the bamboo. In the end, the show ends with a crazy bamboo tersungkurnya bamboo seven controllers to the ground together.

Traditional sports Kerap Pesapean


Outhor : Biasworo Adisuyanto Aka
This material was written during the implementation of National Traditional Sports Festival in 2010 in the city of Ambon, Maluku Province
Informant : Darsono, studio Culture "TARARA" Bangkalan, Madura Island

Traditional sports “Kerap Pesapean” inspired from traditional sports games Bull Race. Bull Race game is a routine activity that has been performed since Prince Katandur Madurese community in the XVI century. Bull Race game activity is a form of the celebrated game farmers who have successfully harvesting rice are realized in the form of race racing riding cow farmers. Shape Karapan cow race is almost like a race horse racing. What is meant here is like racing form using animals. But what makes the difference, besides the animals used mount models also differ. For horse racing, his men were on horseback. While the race Bull Race, the equipment used is a tool plowman complete with cows.

Normally execution Bull Race is a race to welcome Harvest which until now become an annual tradition of the Madurese. In an effort to achieve and describes activities of Bull Race this race, can be displayed either on National Traditional Sports Festival to VII in 2010 in Ambon, the contingent of East Java Province Bull Race game pack it into a traditional sports game activities under the name "Kerap Pesapean ". This traditional sport is a game that every day is always played by the Madurese. Kerap Pesapean game illustrates the implementation of the Bull Race has a unique very high, both motor activity, the clothes, and the flow of meaning presented by the motion activities that have a total value of sports from the beginning of the game until the ends.

Appearance traditional sports "Kerap Pesapean" Contingent East Java gamelan beginning of tetabuhan Bangkalan original musical equipment, consisting of a drum, saron, and jedor. Jedor sarone equipment and appliances are the hallmark of Madura. Along with the sound of the gamelan, the dancers appear daughter ran from two different directions with uniquely dressed distinctively Madura, namely Jebing underwear (girls underwear).

Games and other forms of traditional dances by women sports players, symbolizing the joy surrounding communities that have successfully harvest. Excitement farmers described in terms of the harmonic motion of joy accompanied by gamelan is characterized by typical Madura. In addition, as a sign of the activity of the crowd in place, is an invitation to the public to rejoice in the success of the harvest season in place.

After several minutes of players performing traditional sports women, arise from different directions traditional men's sports players using Kacong unique clothing (clothing young men). Also with gamelan accompaniment is so harmonious with the movement displayed by the players sporting son.

With characteristic whip in their right hands as a form of their readiness to compete and compete with their opponent in the arena Bull Race. Indicated their readiness to compete with a fiery spirit, ie by performing movements with a barrage explosion resulting from the crack of a whip.

Each opponent showed their power by way of whip lash pecutnya to cause a very loud voice. The louder the sound produced from the crack, indicating readiness and courage and superiority over other opponents.

In addition, given the race Bull Race requires physical and mental readiness as well. Bull Race Participants also prepare myself as best as possible by doing some physical movement previously done perenggengan and heating, by running and doing active stretching movements. They hope before the race, body condition really ready.

Motion warm up before they perform their Bull Race race activities described in this traditional sport by featuring several attractions motion-sports movement, from the very top of the head to the feet. In fact, in the view of traditional sports: Kerap Pesapean "also diperlambangkan the actual movement, that is by doing exercise activities are complete. Dengann wax stance position (body rests with the shoulder, while the second leg at the top), then both legs alternately moved one by one (like riding a bike), up to two feet wide opened

laterally (stradle), and several other movements as muscle strengthening element before the They perform more strenuous activity. Including strengthening the leg muscles by doing the jump with two legs and one leg while doing the hand movements in harmony along with tetabuhan gamelan music.

After the traditional sports players "Kerap Pesapean" gives an overview of warming up and stretching activities in various ways if the motion. They also provide an overview of safety plea to Allah, pray together in a way that displayed the ritual. Penyampaiajn prayer ritual they do this by forming a circle and movements typical of the surrounding community.

They describe rituals in traditional sports games Pesapean Often, a form of ritual which has distinctive features. Application of safety and hope that the implementation of the following years harvest is always successful, they did loudly as the embodiment of their sincerity in praying.

After another ritual ritual salvation through prayer requests with communities characterized by distinctive, is the ritual sow flowers to the participants who will compete in the race Bull Race. Sow flowers carried by the village girls, as a symbol of good luck to the participants giving plea that the They support. Sow flower processing is realized with the graceful movements of the traditional sports players are good daughter.

Processing sow even this rate they described before by ritual plea to God to give good luck to the participants that they support to be successful and win the race Bull Race which will berngsung shortly.

After performing the ritual pray utter success and victory to the participants that they support, and then they parted near Bull Race participants that they support by laying flowers to them. In addition, to encourage them to win, also meant their hearts firm and passion in racing.

After the ritual sowing flower as a symbol of the petition giving blessings to the participants that they support, they show the next picture in the sport tradisonial Pesapean is often leads the race participants Bull Race to the actual arena. With the accompaniment of beautiful girls as a means of encouragement and support them, to the arena where the actual race.

After reaching the area where the race Bull Race, each boasted among participants. Not only that, even among those mutual show of force (superiority) that they have. Depiction as outlined in the appearance of traditional sports "Kerap Pesapean" is realized with one another to compete head. Participants who had higher strength and superiority is that participants may drop his opponent into submission. Not only that, defeat in collided head keajang cenderang continued fighting between the participants. While the strongest proof of the last as the participant is to do Bull Race. For participants who tercepatlah who is declared the winner.

The traditional sports players "Kerap Pesapean" also provides another illustration that often occurs after a fight, they are not quite satisfied. They often add other forces fighting game which they enjoy doing, the participants sit on each other's shoulders and the two are pitted his strength. Power struggle they describe is by pushing, pulling up to one of them was dropped.

Not only that, other depictions as proving who is the strongest among them complained speeds using a single leg and supported by two people as penompang other foot.

This leg of the race by two people holding hands, and then the third one leg draped over his hands holding each other. The winner is the participant with the fastest time reaches a predetermined finish line. Command start-guided traditional sports players daughter with signs flags flutter. Once the flag raised above, then they are allowed to run at full speed. Meanwhile midfielder with one foot following the other two ran the speed acceleration.

After all the participants to measure their levels of strength and superiority to one another, they just complain to each other and compete to control the speed of Bull Race. The form of representation made by the participants of the traditional sports in the East Java to race Bull Race is by two people instead of cattle as he crawled, then as a rider / handler is a third person was on the back of both his friends next to each other.

Activities carried out by the traditional sports participants Kerap Pesapean East Java is a perspective illustration Bull Race condition when the actual race. Given the field conditions were not very supportive of the activities that should be done by this crawl. Making look slow, because mud and flooded field conditions greatly impede the speed form this race. In addition, the controller Bull Race who are on your back can not stand strong. This is due, backs the riders too slippery footing. So the attraction looks sluggish and less show the actual condition of Bull Race. However, due to a very strong determination to win a contingent of East Java traditional national sports festival this year, looks tenacity to keep fighting to stay steady and play well.

The excitement for the race win this Bull Race, illustrated by shouldering their kesukariaan Bull Race participant who wins the race. Followed by all the followers and supporters. Bagitu Also, the people who championed sipemenang come cheer and joy.

The condition is actually happening on the race Bull Race, illustrated entirely by the appearance of a traditional sports players of East Java. Often traditional sports look Pesapean berkhir the scene "mbopong" participants declared the winner in the race Bull Race.

It is not enough at the festival site they show the final moments of the show Kerap Pesapean. Stretcher participants Bull Race winner was escorted to the stage near VIP invitation and the honor of the climb where the jury duty. Aplos applause and giving the appearance of a traditional sport Kerap Pesapean East Java is extraordinary. Not only spectators who were on stage alone that gives aplos, all participants were also menykasikan appearance attraction in East Java, also gives a very festive aplos.

Although their clothes full of mud, their spirit still addressed to the entire invitation and the audience. Well they have completed the game without getting a significant obstacle.

Pesapean often completed well displayed by them, is to illustrate that bull racing has a unique high, both motor activity, the clothes, and the flow of meaning presented through activities that have meaning such great sports content, and so fulfill the assessment criteria as traditional sports. The fulfillment of these criteria is reflected in the appearance of the following:
1.    Contains Elements of Education
It has high physical activity such as sports, traditional sports in the game "Kerap Pesapean" when this is seen from the beginning of the game contains elements of motion-rich sport. Depicted in the game there are elements of warming up and stretching before getting into the actual game. Even in it meets biomotorik 10 types, namely:
        Coordination, biomotorik was illustrated when they show warming movement, and other activities that are full of movement to move to another one and it was in desperate need of a good muscle coordination;
        Flexibility, traditional games Kerap Pesapean olhraga is full of motion that requires flexibility of the body, among which is reflected in the appearance of the game is when they do the activity warm-up, stretching, and major motion pictured them when bull racing competition;
        Endurance (endurance), traditional sports games Kerap Pesapean is full motion with each other mutual berkelenjutan motion, but not of them looked exhausted, but always appeared fitness expressions;
        Balance (balance), the motion of the balance is drawn when they make the game resting on one leg and walking and even running;
        Strength (power), the power drawn when they are doing the push-ups and when meminggul his friend on the shoulder while pushing activity.
        Speed ​​(speed), the speed of movement envisaged when they assume teammates friend leg while running hard;
        Eqlity (agility), biomotorik is illustrated when they show motion away, dodging and turning quickly when they describe the motion of cows kerapan race well;
        Power (explosive power), biomotorik is illustrated when they show motion jumping and pounding activity and generate jump high enough.
2.    Substance Containing Traditional Sports
1)    Dug from the culture of the region
       Traditional sports "Kerap Pesapean" This really has the purity that comes from the area Bangkalan Madura, East Java. This sport is always lively in the pagelarannya, in addition to very strong element of sport, sport is also accompanied by gamelan, consisting of a drum, Saron, and Jedor.
2)      Meets the criteria: interesting, fun, useful, unique and distinctive.
      Traditional sports "Kerap Pesapean" had their appeal because in addition to clothing that is used has a typical Kacong and cebing, also has a configuration contains biomotorik meaning and use equipment as typical regional whip.
     Traditional sports "Kerap Pesapean" is seen as referring to the depiction of festive cheer by female players and supported by male players movements which also features motion joy before the race element kerapan cows.
Traditional sports "Kerap Pesapean" This has the benefit of improving the health and fitness major, because the range of motion is shown in sport often has elements biomotorik pesapean very complete.
Traditional sports "Kerap Pesapean" has a unique and characteristic that is very thick and can be seen from the appearance of clothing that they use, in contrast with the performance of other participants.

3.     Motion Art Has Value
Traditional sports "Kerap Pesapean" has a very high motion, because of each motion has a meaning and harmony of motion display is quite high. The costume also has a typical use of the Madurese. Powered musicians as accompaniment that characterized Bangkalan Madura, especially in musical instruments and Saronen Jedor. Has elements of beauty are very high and cause excitement for performing this game.
Traditional sports “Kerap Pesapean” also meet the standards of assessment specific provisions consist of the control field. Mastery visible boundary line of the game, this game almost every angle and used the space well. While the narrative requirements are met as well, because a few months prior to the festival, East Java has sent a narrative in accordance with the requirements desired by the committee, and when the implementation of the narrative was read very well and coincide with the moment the motion was carried. Kerap Pesapean traditional sports has a duration of 15 minutes in accordance with the recommended requirements between 10-15 minutes, and the amount does not exceed pesertapun as required, as many as 15 people.

Rabu, 22 Agustus 2012

KERAP PESAPEAN

Penulis : Biasworo Adisuyanto Aka
Atraksi ini diambil pada saat pelaksanaan Festival Olahraga Tradisional Tingkat Nasional tahun 2010 di Kota Ambon.
Narasumber  : DARSONO, Sanggar Tarara Bangkalan - Madura


Olahraga tradisional Kerap Pesapean terilhami dari permainan olahraga tradisonal Karapan Sapi. Permainan Karapan Sapi merupakan aktivitas rutin yang telah dilakukan masyarakat Madura sejak Pangeran Katandur pada abad XVI. Aktivitas permainan Karapan Sapi merupakan bentuk permainan suka ria para petani yang telah berhasil menuai padi yang diwujudkan dalam bentuk perlombaan adu cepat para petani dengan menunggang sapi. Bentuk perlombaan Karapan sapi ini hampir menyerupai perlombaan balap kuda. Yang dimaksud menyerupai disini adalah bentuk adu kecepatan dengan menggunakan binatang. Namun yang menjadikan perbedaannya, selain binatang yang digunakan juga  model tunggangannya berbeda. Untuk balap kuda, orangnya berada di atas kuda. Sedangkan lomba Karapan Sapi, peralatan yang dipergunakan adalah alat pembajak sawah lengkap dengan sapinya.

Biasanya pelaksanaan perlombaan Karapan Sapi ini untuk menyambut Panen Raya yang sampai sekarang menjadi tradisi tahunan masyarakat Madura. Sebagai upaya mewujudkan dan menggambarkan aktivitas perlombaan Karapan  Sapi ini, dapat ditampilkan secara baik pada Festival Olahraga Tradisional Tingkat Nasional ke VII tahun 2010 di Ambon ini, maka Kontingen Provinsi Jawa Timur mengemas permainan Karapan Sapi ini ke dalam Aktivitas permainan  olahraga tradisional dengan nama “Kerap Pesapean”. Olahraga tradisional ini adalah permainan yang setiap harinya selalu dimainkan oleh masyarakat Madura. Permainan Kerap Pesapean ini menggambarkan pelaksanaan Karapan Sapi yang mempunyai keunikan sangat tinggi, baik aktivitas gerak, perangkat pakaian, maupun alur dari makna yang dipaparkan lewat aktivitas gerak yang mempunyai nilai keolahragaan secara total dari awal permainan sampai berkahir.

Penampilan olahraga tradisional “Kerap Pesapean” Kontingen Jawa Timur diawali dari tetabuhan iringan gamelan peralatan musik asli Kabupaten Bangkalan, yang terdiri dari gendang, saron, dan jedor. Peralatan sarone dan jedor merupakan peralatan ciri khas Madura. Seiring dengan bunyi gamelan tersebut, penari putri muncul berlarian dari dua arah yang berbeda dengan berpakai unik berciri khas Madura, yaitu pakaian Jebing (pakaian remaja putri).

Permainan dan bentuk tarian oleh pemain olahraga tradisional putri, melambangkan keceriaan masyarakat sekitar yang telah berhasil melakukan panen raya. Kegembiraan para petani digambarkan dalam bentuk gerak keceriaan yang harmonis diiringi gamelan bercirikan khas Madura. Selain itu juga sebagai pertanda akan adanya aktivitas keramaian ditempat tersebut, merupakan bentuk undangan kepada masyarakat untuk turut bergembira akan keberhasilan panen raya di tempat tersebut.

Setelah beberapa menit pemain olahraga tradisional putri tampil, muncul dari arah yang berbeda pemain olahraga tradisional putra dengan menggunakan pakaian unik Kacong (pakaian remaja putra). Juga dengan iringan gamelan yang begitu harmonis dengan gerakan yang ditampilkan oleh pemain olahraga putra. 

Dengan ciri khas pecut di tangan kanan mereka sebagai wujud kesiapan mereka untuk berlaga dan bersaing dengan lawan tanding mereka di arena Karapan Sapi. Kesiapan mereka untuk berlaga ditunjukan dengan semangat yang berapi-api, yaitu dengan melakukan gerakan dengan letupan yang bertubi-tubi yang dihasilkan dari lecutan pecut.

Masing-masing lawan menunjukan kedigdayaan mereka dengan cara melecutkan pecutnya hingga menimbulkan suara lecutan yang sangat keras. Semakin keras bunyi yang dihasilkan dari lecutan, menandakan kesiapan dan keberanian serta kedigdayaan lebih dari lawan yang lainnya.

Selain itu, mengingat perlombaan Karapan Sapi ini membutuhkan kesiapan fisik dan mental secara baik. Para peserta Karapan Sapi juga mempersiapkan diri sebaik mungkin dengan melakukan beberapa gerakan fisik yang sebelumnya juga dilakukan perenggengan dan pemanasan, dengan cara berlari dan melakukan gerakan peregangan aktif. Mereka berharap sebelum berlomba, kondisi badan betul-betul sudah siap.

Gerak pemanasan sebelum mereka melakukan aktivitas perlombaan Karapan Sapi mereka gambarkan dalam olahraga tradisional ini dengan menampilkan beberapa atraksi gerak-gerakan olahraga, mulai dari yang paling atas yaitu kepala sampai dengan kaki. Bahkan, dalam tampilan olahraga tradisional :kerap Pesapean” ini juga diperlambangkan dengan gerak yang sesungguhnya, yaitu dengan melakukan aktivitas gerak badan secara lengkap. Dengann posisi sikap lilin (badan bertumpu dengan bahu, sedangkan posisi kedua kaki di atas), kemudian kedua kaki digerakan secara bergantian satu persatu (seolah mengayuh sepeda), sampai dengan kedua kaki dibuka secara lebar kesamping (stradle), dan beberapa gerakan lain sebagai unsur penguat otot sebelum meraka melakukan aktivitas yang lebih berat. Termasuk penguatan otot kaki dengan melakukan gerakan lompat dengan dua kaki dan satu kaki sambil melakukan gerakan tangan secara harmonis seiring dengan alunan musik tetabuhan gamelan.

Setelah pemain olahraga tradisional “Kerap Pesapean” memberikan gambaran aktivitas pemanasan dan peregangan dengan berbagai cara olah gerak. Mereka juga memberikan gambaran permohonan keselamatan kepada Allah SWT, dengan cara berdo’a bersama yang ditampilkan secara ritual. Penyampaiajn do’a secara ritual ini mereka lakukan dengan membentuk lingkaran dan gerakan-gerakan khas masyarakat sekitar.

Upacara ritual yang mereka gambarkan dalam permainan olahraga tradisional Kerap Pesapean, merupakan bentuk ritual yang memiliki ciri khas. Permohonan keselamatan dan harapan agar pelaksanaan panen tahun-tahun berikut selalu berhasil, mereka lakukan dengan suara  keras  sebagai  perwujudan kesungguhan mereka dalam berdo’a.

Ritual lain setalah ritual permohonan keselamatan melalui do’a dengan bercirikan khas masyarakat sekitar, adalah ritual tabur bunga kepada peserta-peserta yang akan berlomba dalam perlombaan Karapan Sapi. Tabur bunga dilakukan oleh gadis-gadis desa, sebagai perlambang pemberian permohonan keberuntungan kepada peserta yang meraka dukung. Prosesing tabur bunga ini diwujudkan dengan gerakan lemah gemulai dari pemain olahraga tradisional putri secara baik.

Prosesing tabur bunga inipun mereka gambarkan sebelumnya dengan cara ritual permohonan kepada Allah SWT untuk memberikan keberuntungan kepada peserta yang mereka dukung untuk diberikan keberhasilan dan kemenangan dalam perlombaan Karapan Sapi yang akan berngsung sesaat lagi.

Setelah melakukan ritual berdo’a memanjatkan keberhasilan dan kemenangan kepada peserta yang mereka dukung, kemudian mereka berpisah mendekati peserta Karapan Sapi yang mereka dukung dengan menaburkan bunga kepada mereka. Selain, memberikan semangat kepada mereka untuk menang, juga dimaksudkan hati mereka teguh dan semangat dalam berlomba.

Setelah ritual tabur bunga sebagai perlambang permohonan pemberian berkah kepada peserta yang mereka dukung, selanjutnya gambaran yang mereka tampilkan dalam olahraga tradisonial kerap Pesapean tersebut adalah menghantar para peserta lomba Karapan Sapi tersebut ke arena yang sebenarnya. Dengan iringan gadis-gadis cantik sebagai upaya penyemangat dan pendukung mereka, sampai dengan tempat arena perlombaan yang sebenarnya.

Setelah sampai di tempat area perlombaan Karapan Sapi, antar peserta saling sesumbar. Tidak hanya itu, bahkan diantara mereka saling memperlihatkan kekuatan (kedigdayaan) yang mereka miliki. Penggambaran yang dituangkan dalam penampilan olahraga tradisional “Kerap Pesapean” ini adalah diwujudkan dengan adu kepala dengan saling mendorong. Peserta yang memiliki kekuatan dan kedigdayaan lebih tinggi adalah peserta yang dapat menjatuhkan lawannya hingga menyerah. Tidak hanya itu, kekalahan dalam beradu kepala cenderang berlanjut keajang perkelahian antar peserta. Sedangkan pembuktian terkahir sebagai peserta terkuat adalah dengan melakukan Karapan Sapi. Bagi peserta yang tercepatlah yang dinyatakan sebagai pemenang.

Para pemain olahraga tradisional “Kerap Pesapean” juga memberikan gambaran lain yang sering terjadi setelah ada perkelahian, mereka tidak cukup puas. Mereka sering menambah permainan adu kekuatan lain yang sangat mereka gemari, yaitu peserta saling duduk diatas pundak temannya dan keduanya saling mengadu kekuatan. Adu kekuatan yang mereka gambarkan adalah dengan saling mendorong, menarik hingga salah satu diantara mereka ada yang terjatuh.

Tidak hanya itu, penggambaran lainnya sebagai pembuktian siapa yang terkuat adalah dengan mengadu kecepatan diantara mereka dengan menggunakan kaki satu dan didukung oleh dua orang sebagai penompang kaki yang satunya.

Balapan kaki satu ini dengan cara dua orang saling bergandengan tangan, kemudian  orang ketiga menyampirkan salah satu kakinya di atas kedua tangan temannya yang saling bergandengan. Pemenang adalah peserta dengan waktu tercepat mencapai garis finish yang telah ditentukan. Komando start dipandu pemain olahraga tradisional putri dengan tanda kibaran bendera. Begitu bendera diangkat keatas, maka mereka diperkenankan berlari sekencang-kencangnya. Sedangkan pemain tengah dengan kaki satu mengikuti lajunya percepatan berlari kedua temannya.

Setelah seluruh peserta mengukur tingkat kekuatan dan kedigdayaan mereka satu dengan yang lain, baru mereka saling mengadu kecepatan dan berlomba mengendalikan Karapan Sapi. Adapun bentuk penggambaran yang dilakukan oleh peserta olahraga tradisional Jawa Timur dalam melakukan balapan Karapan Sapi yaitu dengan cara dua orang sebagai pengganti sapi sambil merangkak, kemudian sebagai penunggang/pengendalinya adalah orang ketiga berada di atas kedua punggung temannya yang saling bersebelahan.

Aktivitas yang dilakukan oleh peserta olahraga tradisional Kerap Pesapean Jawa Timur ini adalah merupakan gambaran perpektif kondisi ketika balapan Karapan Sapi yang sebenarnya. Mengingat kondisi lapangan yang tidak sangat mendukung dengan aktivitas yang seharus dilakukan dengan cara merangkak ini. Menjadikan terlihat lamban, karena kondisi lapangan tergenang lumpur dan sangat menghambat lajunya bentuk perlombaan ini. Selain itu, pengendali Karapan Sapi yang berada di atas punggung tidak dapat berdiri secara tegar. Hal ini disebabkan, punggung yang menjadi pijakan penunggang juga begitu licin. Sehingga atraksi ini terlihat lamban dan kurang menunjukan kondisi Karapan Sapi yang sebenarnya. Namun demikian, karena tekad yang sangat kuat kontingen Jawa Timur untuk memenangkan  festival  olahraga tradisional tingkat nasional tahun ini, terlihat kegigihan untuk tetap memperjuangkan untuk tetap stabil dan berperan secara baik.

Kegembiraan bagi yang memenangkan perlombaan Karapan Sapi ini, digambarkan kesukariaan mereka dengan cara memanggul peserta Karapan Sapi yang memenangkan perlombaan tersebut. Diikuti oleh seluruh pengikut dan pendukungnya. Bagitu pula dengan masyarakat yang menjagokan sipemenang ikut bersorak dan sangat gembira.

Kondisi sebenarnya yang terjadi pada perlombaan Karapan Sapi, tergambar seluruhnya oleh penampilan pemain olahraga tradisional Jawa Timur. Penampilan olahraga tradisional Kerap Pesapean berkhir pada adegan “mbopong” peserta yang dinyatakan sebagai pemenang pada perlombaan Karapan Sapi.

Tidak cukup hanya di lokasi festival saja mereka tunjukan momen akhir pertunjukan kerap pesapean. Usungan peserta pemenang Karapan Sapi ini diantar hingga mendekati panggung kehormatan para undangan VIP dan mendaki dimana dewan juri bertugas. Tepuk tangan dan pemberian aplos kepada penampilan olahraga tradisional kerap pesapean Jawa Timur sangat luar biasa. Tidak hanya penonton yang berada dipanggung saja yang memberikan aplos, seluruh peserta yang juga turut menykasikan penampilan atraksi Jawa Timur, juga memberikan aplos yang sangat meriah.

Walaupun pakaian mereka penuh dengan lumpur, semangat mereka tetap ditunjukan kepada seluruh undangan dan penonton. Mereka dengan baik telah menyelesaikan permainan tanpa mendapatkan halangan yang berarti.

Kerap Pesapean yang telah selesai ditampilkan secara baik oleh mereka, adalah menggambarkan Kerapan Sapi yang mempunyai keunikan yang tinggi, baik aktivitas gerak, perangkat pakaian, maupun alur dari makna yang dipaparkan lewat aktivitas yang memiliki makna kandungan olahraga yang begitu besar, dan sangat memenuhi kriteria penilaian sebagai olahraga tradisional. Pemenuhan kriteria ini tergambar dalam penampilan sebagai berikut :
1.     Mengandung Unsur Pendidikan
     Memiliki aktivitas fisik yang tinggi berupa olahraga, di dalam permainan olahraga tradisional “Kerap Pesapean” bila ini dilihat dari awal permainan mengandung kaya akan unsur gerak olahraga. Tergambar di dalam permainan ada unsur pemanasan dan peregangan sebelum masuk ke dalam permainan yang sebenarnya. Bahkan di dalamnya memenuhi 10 jenis biomotorik, yaitu :
·   Coordination, biomotorik ini tergambar ketika mereka menampilkan gerakan pemanasan, dan aktivitas lain yang penuh dengan gerakan yang satu ke gerakan yang lain dan itu sangat membutuhkan koordinasi otot secara baik.
·         Flexibility, permainan olhraga tradisional kerap pesapean ini penuh dengan gerak yang membutuhkan kelenturan tubuh, diantaranya yang tergambar dalam penampilan permainan tersebut adalah ketika mereka melakukan aktivitas pemanasan, peregangan, dan utamanya gerak yang digambarkan mereka ketika melakukan perlombaan Kerapan Sapi.
·     Endurance (daya tahan), permainan olahraga tradisional kerap pesapean ini penuh dengan gerak yang satu dengan gerak lainnya saling berkelenjutan, namun diantara mereka tidak terlihat  kelelahan, namun selalu muncul ekspresi kebugaran.
·   Balance (keseimbangan), gerak keseimbangan ini tergambar ketika mereka melakukan permainan bertumpu pada satu kaki dan berjalan, bahkan berlari.
·         Strenght (kekuatan), kekuatan tergambar ketika mereka melakukan gerakan push up dan ketika meminggul temannya  pada  pundak  sambil  melakukan aktivitas saling mendorong.
·   Speed (kecepatan), kecepatan tergambar ketika mereka melakukan gerakan memangku kaki teman seregunya sambil berlari kencang.
·        Eqlity (kelincahan), biomotorik ini tergambar ketika mereka menampilkan gerak menghindar, berkelit dan membalik secara cepat ketika mereka menggambarkan gerak perlombaan kerapan sapi secara baik.
·      Power (daya ledak), biomotorik ini tergambar ketika mereka menampilankan gerak melompat dan melakukan aktivitas hentakan dan menghasilkan lompatan yang cukup tinggi.
2.     Mengandung Substansi Olahraga Tradisonal
1)     Digali dari budaya daerah
Olahraga tradisional “Kerap Pesapean” ini benar-benar mempunyai kemurnian yang muncul dari daerah Kabupaten Bangkalan Madura, Jawa Timur. Olahraga ini selalu semarak di dalam pagelarannya, selain unsur olahraganya sangat kental, olahraga ini juga diiringi gamelan, yang terdiri dari Gendang, Saron, dan Jedor.
2)     Memenuhi kreteria : manarik, meriah, manfaat, unik dan khas.
Olahraga tradisional “Kerap Pesapean” ini memiliki unsur daya tarik karena selain pakaian yang dipergunakan memiliki ciri khas kacong dan cebing, juga memiliki konfigurasi yang memiliki kandungan makna biomotorik dan menggunakan peralatan pecut sebagai ciri khas daerah.
Olahraga tradisional “Kerap Pesapean” ini terlihat meriah karena merujuk kepada penggambaran keceriaan yang dilakukan oleh pemain wanita dan didukung dengan gerakan-gerakan pemain pria yang juga menampilkan gerak keceriaan sebelum melakukan unsur perlombaan kerapan sapi.
Olahraga tradisional “Kerap Pesapean” ini memiliki manfaat meningkatkan kesehatan dan utamanya kebugaran, karena dalam berbagai gerak yang ditampilkan dalam olahraga kerap pesapean ini memiliki unsur biomotorik yang sangat lengkap.
Olahraga tradisional “Kerap Pesapean” ini memiliki keunikan dan ciri khas yang sangat kental dan dapat dilihat dari penampilan pakaian yang mereka pergunakan, berbeda dengan penampilan peserta lainnya.

3.      Memiliki Nilai Seni Gerak
Olahraga tradisional “Kerap Pesapean” ini memiliki gerak yang sangat tinggi, karena dari masing-masing gerak memiliki makna dan keserasian tampilan gerak yang cukup tinggi. Kostum yang dipakai juga memiliki ciri khas masyarakat Madura. Didukung pemusik sebagai pengiring yang memiliki ciri khas Kabupaten Bangkalan Madura, khususnya pada alat musik Jedor dan Saronen. Memiliki unsur keindahan yang sangat tinggi dan menimbulkan kegembiraan bagi yang melaksanakan permainan ini.

Olahraga tradisional Kerap Pesapean ini juga memenuhi standar penilaian ketentuan khusus yang teridiri dari penguasaan lapangan. Penguasaan terlihat dari batasan garis permainan, pada permainan ini hampir setiap sudut dan ruang dipergunakan secara baik. Sedangkan persyaratan narasi juga sudah terpenuhi, karena beberapa bulan sebelum pelaksanaan festival, Jawa Timur telah mengirimkan narasi sesuai dengan persyaratan yang dikehendaki oleh panitia, dan ketika pelaksanaan narasi yang dibacakan sangat baik dan bertepatan dengan momen gerak yang sedang dilakukan. Olahraga tradisional Kerap Pesapean ini memiliki durasi selama 15 menit sesuai dengan anjuran persyaratan antara 10 - 15 menit, dan jumlah pesertapun tidak melebihi sebagaimana persyaratan, yaitu sebanyak 15 orang.